Periode Liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026 dinilai berpotensi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat atau akhir tahun 2025. Ini seiring meningkatnya konsumsi masyarakat dan mobilitas selama periode liburan.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Randy Manilet, menyatakan pola tersebut berpotensi diperkuat juga oleh berbagai insentif pemerintah yang secara khusus diarahkan untuk mendorong konsumsi dan mobilitas selama libur Nataru tahun ini.
“Secara teori, kebijakan-kebijakan (insentif pemerintah) ini memang dapat membantu menjaga daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi di kuartal keempat,” kata Yusuf kepada kumparan, Sabtu (27/12).
Meski demikian, Yusuf menilai dampak ekonomi dari libur Nataru cenderung bersifat jangka pendek. Kontribusinya diperkirakan lebih terasa pada kinerja ekonomi kuartal IV 2025, sementara pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi sepanjang 2026 diprediksi relatif terbatas.
“Kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2026 diperkirakan tidak terlalu besar. Artinya, kinerja ekonomi ke depan tetap sangat bergantung pada faktor-faktor lain yang lebih fundamental,” ucap Yusuf.
Di sisi lain, Yusuf menyatakan manfaat periode Nataru dinilai paling terasa pada sektor pariwisata, transportasi, ritel, dan UMKM, seiring dengan tingginya mobilitas masyarakat yang diperkirakan mendekati 120 juta orang. Sektor ekonomi digital juga dipandang menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan.
“Ditopang juga oleh lonjakan transaksi non-tunai dan e-commerce, yang semakin diperkuat oleh diskon transportasi dan stimulus pemerintah,” lanjutnya.
Namun demikian, dampak positif tersebut dinilai masih terkonsentrasi pada kelompok menengah atas dan wilayah tertentu. “Secara kritis kita perlu mencermati bahwa dampak positif ini masih terkonsentrasi pada kelompok menengah atas dan wilayah tertentu,” jelas Yusuf.
Di luar momentum Nataru, perekonomian nasional masih dihadapkan pada berbagai tantangan struktural, mulai dari menyusutnya kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir hingga terbatasnya penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
“Selain itu, arah dan konsistensi kebijakan pemerintah ke depan, mulai dari efektivitas insentif pajak hingga keberlanjutan agenda hilirisasi, akan sangat menentukan daya tahan pertumbuhan ekonomi pada 2026,” tutur Yusuf.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan momen Nataru memicu lonjakan permintaan terhadap barang dan jasa yang berkaitan dengan liburan serta perayaan Natal. Katanya, sektor yang paling merasakan dampaknya adalah ritel, transportasi, dan akomodasi.
“Terlebih di Nataru kali ini terjadi libur yang cukup panjang. Permintaan untuk ‘liburan’ mengalami kenaikan, seperti jasa transportasi dan akomodasi,” ucap Nailul.
Menurutnya sektor transportasi dan akomodasi menjadi pihak yang memperoleh manfaat paling optimal dari momentum serta stimulus Nataru. Dengan libur panjang dan tambahan pendapatan, minat masyarakat untuk berlibur cenderung tinggi.
“Konsumsi kelas menengah saya rasa bisa didorong melalui konsumsi leisure seperti liburan dan sebagainya. Ditambah stimulus bansos untuk masyarakat kelas menengah ke bawah cukup membantu meningkatkan daya beli,” imbuh Nailul.
Meski demikian, ia mengingatkan daya beli masyarakat belum sepenuhnya puli...

10 hours ago
6





































