Kanal Debottlenecking merupakan kanal yang diluncurkan oleh Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP) untuk mendukung iklim usaha yang kondusif, transparan, dan responsif. Dalam kanal tersebut, pengusaha dapat menyampaikan kendala sampai memastikan tindak lanjut dari kementerian/lembaga (K/L) terkait.
“Aduan yang masuk sampai hari (23/12) ini sudah sepuluh meliputi bidang energi, ketenagalistrikan, perizinan perusahaan, lahan dan data ruang, pendanaan dan pembiayaan, serta penegakan hukum. Siang ini Satgas P2SP telah menyelenggarakan rapat koordinasi atas dua aduan yang saya disebutkan,” kata Purbaya usai melakukan dua sidang di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Selasa (23/12).
Dia juga mendorong para pelaku usaha yang mengalami kendala untuk melapor pada kanal tersebut yang bisa diakses melalui https://lapor.satgasp2sp.go.id/. Purbaya menjelaskan, jika pelaku usaha memiliki kendala dengan regulasi yang berkaitan dengan K/L selain Kemenkeu, hal ini masih bisa ditindaklanjuti oleh Satgas P2SP melalui kanal tersebut.
“Bisa mesin juga, nanti kita diskusikan di sini, kan nanti output-nya bisa dilempar ke Pokja 3. Pokja 3 adalah bagian regulasi,” ujarnya.
Purbaya juga menjelaskan, setiap aduan yang masuk akan ditindaklanjuti secara bertahap mulai dari tahap analisis oleh Pokja, koordinasi dengan level Eselon I, koordinasi dengan Eselon II dan apabila kendala tidak selesai maka akan ada peningkatan eskalasi penyelesaian ke level menteri.
Untuk itu, ia mengatakan tak semua aduan dapat rampung dan mendapat solusi dengan sekali sidang. Meski begitu, Satgas P2SP akan melakukan pemantauan secara terus menerus.
“Kadang-kadang untuk kasus nanti ada dua kali rapat, tiga kali rapat, tapi akan di follow up terus programnya seperti apa dari bulan ke bulan. Jadi akan preferensinya tergantung permasalahan yang dihadapi. Kadang-kadang perlu perubahan peraturan, itu kan perlu lama lagi sedikit. Tapi yang jelas progresnya dimonitor terus,” kata Purbaya.
Pada Selasa (23/12), Purbaya sudah melakukan dua sidang dari sepuluh aduan yang ada. Pertama adalah sidang dengan PT Sumber Organik terkait aduan penghentian bantuan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penghentian itu berdampak pada pembiayaan Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Benowo di Surabaya. Adapun perusahaan tersebut merupakan operator dari PLTSa TPA Benowo, Surabaya.
President Director PT Sumber Organik Agus Santoso menuturkan dengan berhentinya BLPS, kinerja perusahaan terganggu.
“Di 2025 ini masih belum terdapat kepastian penganggarannya. Apabila bantuan BLPS dari APBN ini tidak dialokasikan, maka akan dapat mengganggu kinerja perusahaan kami dalam mengoperasionalkan TPA Benowo," ujarnya.
Sidang bersama Purbaya memutuskan bahwa bantuan BLPS alokasi tahun 2025 dan 2026 untuk perusahaan tersebut akan dibayarkan melalui anggaran belanja tambahan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) 2026. Selain itu, sidang juga meminta Kementerian LH untuk segera mengurus proses administrasi dari pengajuan anggaran BLPS tersebut.
Sidang kedua dilakukan dengan PT Mayer Indah Indonesia, terkait aduan bahwa industri tekstil kesulitan dalam mengajukan kredit untuk modal kerja kepada bank. Hal ini membuat order tekstil yang masuk tak bisa diproses.

4 days ago
21





































