Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyatakan laju pertumbuhan kredit tahun 2025 yang tertahan disebabkan oleh dua faktor utama, yakni permintaan pembiayaan yang belum kuat serta biaya dana perbankan yang masih tinggi.
Sebagai catatan, pertumbuhan kredit perbankan pada November 2025 tercatat 7,74 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,79 persen (yoy).
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M. Juhro dalam taklimat media di Jakarta, Senin, menjelaskan, dari sisi permintaan (demand side), korporasi cenderung masih berhati-hati (wait and see) dalam mengambil keputusan pembiayaan.
Sikap itu tercermin dari tingginya fasilitas kredit yang belum ditarik (undisbursed loans) yang tercatat Rp2.509,4 triliun pada November 2025.
Menurut Solikin, sebagian korporasi masih mengandalkan dana internal dan cenderung menunda penarikan kredit karena suku bunga yang dinilai masih relatif tinggi.
Tren serupa juga terlihat pada permintaan kredit rumah tangga. BI menilai hal ini dipengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan penghasilan yang belum cukup kuat, sehingga konsumsi berbasis kredit masih tertahan.
Meski BI gencar memberikan insentif, katanya, belum cukup untuk mendorong kinerja permintaan.
“BI sudah banyak memberikan insentif kepada perbankan untuk pembiayaan. Tapi, kalau itu tidak diserap oleh permintaan, ya sama saja,” ujar Solikin.
Sementara dari sisi penawaran (supply side), BI mencermati tingginya biaya dana atau cost of loanable funds (CoLF) yang membuat penurunan suku bunga kredit berjalan terbatas.
Solikin menyebut masih maraknya praktik pemberian suku bunga khusus (special rate) kepada deposan besar membuat biaya penghimpunan dana bank meningkat dan mempersempit ruang bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit.
Selain biaya dana, BI menyebut komponen lain seperti biaya operasional, margin, dan premi risiko turut memengaruhi tingkat suku bunga kredit, termasuk kecenderungan perbankan menyesuaikan premi risiko di tengah ketidakpastian ekonomi.
Untuk mendorong penyaluran kredit dan memperkuat transmisi kebijakan, BI memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) melalui dua jalur, yaitu jalur kuantitas (lending channel) dan jalur harga (interest rate channel).
BI juga menyatakan akan memperkuat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta pemerintah.
Baca juga: BI sebut Rp2,51 kuadriliun kredit belum tersalurkan per November 2025
Baca juga: Bank Mandiri ungkap faktor penghambat kredit meski likuiditas membaik
Baca juga: OJK: Transmisi BI-Rate dan Nataru dorong kredit konsumsi di akhir 2025
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








































