Sejumlah anak-anak bermain di wahana yang tersedia di Tebet Eco Park, Jakarta, Kamis (25/12/2025). Taman seluas 7,3 hektare yang dapat diakses secara gratis tersebut menjadi salah satu pilihan favorit warga Jakarta dan sekitarnya untuk memanfaatkan libur Natal, cuti bersama, serta libur akhir pekan. Momentum libur ini dimanfaatkan warga untuk berekreasi bersama keluarga, seperti piknik, berolahraga, dan mengajak anak-anak bermain.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi momen yang paling dinanti anak-anak setelah menjalani satu semester penuh rutinitas sekolah. Di balik euforia liburan, psikolog menilai masa jeda ini bisa menjadi momentum guna menjaga kesehatan mental dan mendukung tumbuh kembang anak.
Pakar psikologi dari Universitas Airlangga, Dr Nur Ainy Fardana Nawangsari, mengatakan liburan merupakan bagian dari upaya menjaga keseimbangan fisik dan mental anak. Pasalnya, anak-anak telah menghabiskan banyak waktu dengan rutinitas kegiatan yang menguras kemampuan kognitif, fisik, dan emosional mereka. Karena itu, masa libur menjadi momen yang tepat untuk mengembalikan energi anak, sekaligus memberi ruang untuk mengeksplorasi pengalaman baru di luar rutinitas akademik.
"Yang sebenarnya dipulihkan ketika anak memasuki masa liburan itu adalah pengalamannya dan kondisi mentalnya. Anak-anak mendapatkan pengalaman baru, lalu dari pengalaman itu mereka merasa lebih nyaman dan memiliki cara pandang yang berbeda tentang potensi dirinya dan tentang apa yang ada di sekitarnya," kata dia dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (27/12/2025).
Nur Ainy menilai pengalaman baru tersebut tidak selalu harus hadir melalui kegiatan liburan yang membutuhkan biaya besar. Menurutnya, orang tua dapat merancang berbagai aktivitas sederhana di rumah yang memberi ruang bagi anak untuk keluar dari rutinitas akademik. Pada momen inilah, liburan juga dapat momentum mempererat kebersamaan antara anak dan keluarga.
"Aktivitanya bisa apa saja, sesederhana apa pun. Misalnya di rumah anak-anak bisa diajak membuat proyek tertentu atau kalau orang tuanya punya aktivitas usaha, anak-anak bisa terlibat di sana. Ajak anak-anak melakukan aktivitas yang selama ini tidak bisa mereka lakukan karena jadwal sekolah yang padat. Itu bisa jadi pengalaman baru untuk mereka," kata dia.
Kendati demikian, Nur Ainy menegaskan aktivitas selama masa liburan sebaiknya tidak dibingkai dalam target atau tuntutan tertentu. Menurutnya, tekanan semacam itu justru dapat mengurangi manfaat liburan bagi anak.
Dia menilai, masa libur harus menjadi rang bermain dan berekspresi. Agar anak memiliki kesempatan untuk mengenali kepribadiannya serta mengeksplorasi potensi di luar rutinitas sekolah yang ketat.

12 hours ago
2




,x_140,y_26/01kdfkg332x5xwjb44ddfrf4m7.jpg)

































