Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp70.930 atau setara 2,72 persen menjadi Rp2,67 juta yang mulai berlaku per 1 Januari 2026.
Upah yang naik tipis mencerminkan bentuk kehati-hatian pemerintah daerah dalam menetapkan standar gaji pekerja dengan mempertimbangkan kemampuan dunia usaha, daya beli, dan kondisi ekonomi riil.
Bagi pekerja, kenaikan angka 2,72 persen dalam slip gaji bulanan terasa kurang berarti mengingat kebutuhan hidup layak yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Apalagi bagi pekerja yang memiliki keluarga, UMP 2026 secara gamblang jelas tidak cukup.
Hasil perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang baru saja dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan standar hidup layak di Nusa Tenggara Barat sebesar Rp3,41 juta per bulan.
Skema penghitungan kebutuhan hidup layak tersebut memakai standar dari Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labor Organization (ILO) dengan mempertimbangkan aspek komponen utama kebutuhan rumah tangga.
Di NTB, harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, daging, hingga transportasi mengalami kenaikan sekitar 4 sampai 6 persen per tahun. Sedangkan, biaya sekolah anak dan sewa kontrakan juga umumnya mengalami kenaikan melebihi angka inflasi.
Jika mengacu standar kebutuhan hidup layak dari Kementerian Ketenagakerjaan sebanyak Rp3,41 juta per bulan dibandingkan dengan UMP 2026 yang hanya Rp2,67 juta, maka ada selisih Rp740 ribu yang memperlihatkan tidak ada ruang bagi pekerja untuk menabung, membayar kebutuhan darurat, dan meningkatkan kualitas hidup.
Pemerintah NTB perlu melakukan dialog lanjutan dengan serikat buruh dan pengusaha agar kelompok pekerja tertentu yang masuk kategori paling rentan bisa terlindungi di tengah hantaman badai ekonomi akibat efisiensi anggaran hingga daya beli yang melemah.
Baca juga: Menjaga upah, menjaga martabat
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








































