Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyampaikan kelegaannya karena Kamboja dan Thailand telah mencapai gencatan senjata pasca konflik di perbatasan selama 20 hari.
"Berkat upaya berbagai pihak, militer Thailand dan Kamboja telah mencapai kesepakatan gencatan senjata dan mengambil langkah pertama menuju perdamaian. China merasa lega atas hal ini," kata Wang Yi saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow di Yuxi, Provinsi Yunnan pada Minggu (28/12) seperti termuat dalam laman Kementerian Luar Negeri China yang diakses ANTARA di Beijing, Senin.
Pertemuan Wang Yi dengan Sihasak Phuangketkeow tersebut dilakukan terpisah dengan pertemuan antara Wang Yi dan Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn yang dilakukan di tempat dan hari yang sama.
Pertemuan tersebut dilakukan setelah tercapainya gencatan senjata antara Kamboja dan Thailand pada Sabtu (27/12), mengakhiri bentrokan bersenjata yang memaksa hampir satu juta warga sipil mengungsi dari kawasan perbatasan yang disengketakan.
"Setelah suara tembakan berhenti, diplomasi seharusnya tampil ke depan. Pemulihan perdamaian adalah harapan rakyat dan juga harapan semua pihak," tambah Wang Yi.
Wang Yi menyebut upaya China untuk mendorong dialog dan rekonsiliasi tidak pernah memaksakan kehendak ataupun mengambil alih peran pihak lain, melainkan bertujuan menyediakan wadah dialog yang leluasa agar para pihak terkait dapat memperdalam komunikasi dan menyelesaikan perbedaan melalui dialog.
"China yakin bahwa selama Thailand dan Kamboja berkomunikasi secara setara dan melangkah maju bersama, tidak akan ada rintangan yang tak teratasi," ungkap Wang Yi.
China, kata Wang Yi, akan terus berupaya membantu kedua negara membangun kembali perdamaian, mendukung ASEAN memainkan peran yang semestinya, bersedia membantu misi pengamat ASEAN dalam memantau gencatan senjata, serta siap memberikan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Thailand dan Kamboja yang memerlukannya.
Wang Yi juga menegaskan bahwa China sangat menaruh perhatian atas ketegangan di perbatasan Thailand–Kamboja dan merasa sangat prihatin atas jatuhnya korban sipil serta pengungsian masyarakat akibat konflik tersebut.
"Sebagai tetangga yang bersahabat, China paling tidak ingin melihat konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja, dan paling berharap kedua negara dapat kembali berdamai," tambah Wang Yi.
Terkait hubungan bilateral China-Thailand, Wang Yi menyampaikan bahwa saling percaya dan saling mendukung merupakan ciri penting hubungan China–Thailand.
"Baru-baru ini Thailand kembali menegaskan komitmen teguhnya pada prinsip 'satu China' serta menentang 'Kemerdekaan Taiwan', yang mencerminkan dukungan kuat Thailand terhadap upaya China dalam menjaga kedaulatan nasional dan keutuhan wilayahnya, kami menyampaikan apresiasi atas hal tersebut," tambah Wang Yi.
Sedangkan Menlu Sihasa menyatakan bahwa hubungan Thailand–China telah terjalin sejak lama, dan dalam beberapa tahun terakhir kemitraan strategis komprehensif kedua negara semakin erat.
"Kami sangat mengapresiasi upaya positif China yang, dengan cara Asia, turut menengahi konflik Thailand–Kamboja. Perjanjian gencatan senjata yang baru saja ditandatangani Thailand dan Kamboja merupakan suatu awal yang baru," kata Sihasa.
Menurutnya, menempuh jalan kekerasan bukanlah pilihan Thailand dalam berhubungan dengan negara tetangga.
"Thailand berkomitmen mewujudkan gencatan senjata yang berkelanjutan dan mencari perdamaian abadi. Thailand bersedia menatap ke depan dan melangkah maju, memperkuat komunikasi dengan Kamboja melalui jalur bilateral, menjalin kembali interaksi secara bertahap, membangun kembali rasa saling percaya, memperbaiki hubungan bilateral, serta bersama-sama menjaga perdamaian dan ketenteraman di perbatasan dan kawasan," tambah Sihasa.
Dalam perjanjian genjatan senjata, Kamboja dan Thailand sepakat untuk segera menghentikan seluruh aksi permusuhan dengan menggunakan jenis senjata apa pun serta berkomitmen menghindari tembakan tanpa provokasi, pergerakan pasukan, maupun manuver menuju posisi lawan.
Kedua negara juga sepakat mempertahankan jumlah pasukan yang ada dan tidak mengirimkan bala bantuan tambahan ke wilayah perbatasan guna mencegah eskalasi lebih lanjut.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Thailand menyatakan akan memulangkan 18 tentara Kamboja yang ditahan sejak Juli, setelah gencatan senjata berjalan penuh selama 72 jam tanpa pelanggaran.
Pada Minggu (28/12), baik Kamboja maupun Thailand melaporkan perbatasan kedua negara tetap tenang meskipun masih terpantau adanya pergerakan terbatas di sejumlah titik.
Sekitar 99 orang dilaporkan tewas selama 20 hari bentrokan sejak konflik kembali pecah pada 8 Desember 2025, sehari setelah insiden perbatasan yang melukai dua tentara Thailand.
Otoritas Thailand menyebutkan 26 prajurit dan satu warga sipil Thailand tewas dalam konflik tersebut, sementara 41 warga sipil lainnya meninggal akibat dampak tidak langsung dari pertempuran.
Kementerian Dalam Negeri Kamboja melaporkan sedikitnya 31 warga sipil Kamboja turut menjadi korban jiwa dalam bentrokan tersebut.
Thailand dan Kamboja memiliki sengketa perbatasan yang telah berlangsung lama dan kerap memicu kekerasan, termasuk bentrokan besar pada Juli 2025 lalu yang menewaskan sedikitnya 48 orang.
Baca juga: China dorong perdamaian pasca-gencatan senjata Kamboja-Thailand
Baca juga: Menlu China akan gelar pertemuan dengan Menlu Kamboja dan Thailand
Baca juga: Perbatasan Thailand-Kamboja mulai tenang usai gencatan senjata
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

7 hours ago
1






































