Apa yang Terjadi Jika Orang Kaya dan Kelas Menengah Sama-sama Menahan Belanja?

1 week ago 11
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi dibuat dengan AI

Mari kita bayangkan sebuah simulasi sederhana tentang bagaimana ekonomi bekerja—atau justru berhenti bekerja—bukan karena kekurangan uang, melainkan karena perubahan perilaku manusia dalam memandang masa depan.

Sebut saja tokohnya Fulan. Ia seorang kaya, mungkin juga seorang kapitalis. Portofolio investasinya lengkap dan terdiversifikasi: saham, reksa dana, SBN, deposito, properti, emas, bahkan kripto. Prinsip don’t put your eggs in one basket ia pegang erat. Baginya, diversifikasi bukan sekadar strategi finansial, melainkan cara bertahan hidup di tengah dunia yang penuh ketidakpastian.

Namun, ekonomi tidak pernah berdiri di ruang hampa. Setiap keputusan ekonomi, sekecil apa pun, selalu dipengaruhi oleh persepsi tentang masa depan. Ketidakpastian ekonomi global, potensi bencana, banjir konten pesimistis yang menyudutkan kinerja pemerintah, fluktuasi harga emas, hingga gejolak nilai tukar rupiah, perlahan membentuk cara pandang Fulan. Ia menjadi semakin berhati-hati. Keuntungan dari saham atau instrumen lain tidak ia alirkan ke konsumsi, melainkan ia konversi menjadi emas. Baginya, emas adalah simbol perlindungan, bukan sekadar aset.

Fulan juga memandang kesehatan sebagai bentuk investasi jangka panjang. Ia rajin berolahraga, menjaga pola makan, dan lebih sering mengonsumsi makanan hasil olahan sendiri. Ia jarang makan di warung atau restoran, yang menurutnya terlalu banyak menyajikan makanan tinggi karbohidrat. Akibatnya, ia lebih sering membeli bahan mentah dibandingkan produk siap konsumsi.

Dalam gaya hidup, Fulan mencerminkan pola umum orang-orang kaya. Ia tidak gemar belanja. Ia membeli hanya ketika ada kebutuhan nyata. Ia tidak tertarik tampil mewah, tidak merasa perlu memamerkan status sosial. Penampilannya sederhana, nyaman, dan fungsional. Jika pun berbelanja pakaian, ia memilih produk bermerek dengan kualitas tinggi dan usia pakai panjang. Pola ini membuatnya nyaris tak bersentuhan dengan UMKM, baik di sektor fesyen maupun kuliner.

Ketika Fulan Bukan Lagi Pengecualian

Masalah mulai muncul ketika Fulan tidak lagi berdiri sendiri. Bayangkan jika orang-orang seperti Fulan jumlahnya banyak. Atau lebih jauh lagi, seluruh kelompok kaya memiliki persepsi, ekspektasi, dan perilaku ekonomi yang serupa. Dalam situasi ini, uang tidak hilang, tetapi berhenti mengalir ke sektor riil. Ia berputar di lingkaran investasi, instrumen keuangan, dan transaksi antarsesama pemilik modal.

Situasi menjadi lebih genting ketika pola pikir ini menjalar ke kelas menengah. Dengan aspirasi untuk menjadi kaya, ditambah kecemasan atas masa depan, kelas menengah mulai meniru perilaku Fulan. Mereka menahan konsumsi dan memilih menabung. Padahal, kelas menengah adalah aktor paling vital dalam ekosistem UMKM. Merekalah pembeli utama di warung, kedai kopi, toko pakaian lokal, dan berbagai usaha kecil lainnya.

Ketika kelas menengah menahan belanja, dampaknya langsung terasa. Permintaan menurun, omzet UMKM tertekan, dan sektor riil kehilangan daya dorong. Ini bukan lagi soal gaya hidup hemat, melainkan soal sirkulasi ekonomi yang tersumbat.

Dalam kondisi seperti ini, kita menyaksikan paradoks yang kerap luput disadari. Negara tidak kekurangan uang, tetapi kekurangan peredaran uang. Kapital terkonsentrasi, namun tidak bertransformasi menjadi aktivitas ekonomi produktif. Yang terjadi hanyalah transaksi di hulu, sementara hilir mengering.

Konsekuensi akhirnya mudah ditebak. Ekonomi bergerak lambat, bahkan stagnan. Pertumbuhan melemah bukan karena rendahnya kapasitas produksi, melainkan karena permintaan yang sengaja ditahan. Mesin ekonomi kehilangan pelumasnya: konsumsi.

Peran Negara dalam Mengelola Persepsi

Pada titik ini, pertanyaan krusial muncul: apa yang seharusnya dilakukan pemerintah?

Jawabannya tidak semata-mata fiskal atau moneter. Pemerintah tentu bisa memberi insentif, subsidi, atau stimulus. Namun, dal...

Read Entire Article