Salah satu respons paling umum orang tua setelah anak kehujanan, termasuk hujan gerimis, adalah memintanya untuk mandi dan keramas. Sebab banyak anggapan, apabila tidak mandi dan keramas usai kehujanan, bisa bikin anak pusing dan sakit.
Lantas, benarkah anggapan tersebut? Yuk simak penjelasan selengkapnya di bawah ini:
Penjelasan Medis Apakah Anak Harus Keramas Setelah Kehujanan
Kulit Kepala adalah Lingkungan Mikro yang Sensitif
Kulit kepala bukan hanya soal rambut yang indah — ia adalah bagian dari kulit kita yang memiliki mikrobioma (komunitas mikroba yang hidup di kulit). Mikroba ini bisa baik maupun buruk tergantung lingkungan di kulit kepala. Ketika kulit kepala terlalu lembap, bakteri dan jamur dapat tumbuh berlebihan, yang berpotensi menyebabkan iritasi, gatal, atau bahkan ketombe.
Mengutip Science Direct, penelitian ilmiah menunjukkan bahwa lingkungan lembap mengubah kondisi mikroba di kulit kepala, dan pelembapan berlebih bisa membuat bakteri/jamur tumbuh lebih aktif.
Hujan Gerimis vs Kontaminan
Air hujan pada dasarnya adalah air yang turun dari atmosfer. Kalau hujan gerimis sangat ringan dan tidak mencampur banyak debu/polutan — air hujan itu sendiri tidak langsung berbahaya dalam konteks medis. Namun, di banyak lokasi kota besar (termasuk Jakarta), curahan hujan bisa membawa partikel polutan dari udara dan permukaan, yang kemudian mengendap di rambut dan kulit kepala.
Intinya: air hujan yang membasahi rambut bukan penyakit, tetapi sisa partikel polutan dan kelembapan yang tertinggal di kulit kepala itulah yang bisa menjadi masalah jika dibiarkan terlalu lama menempel tanpa dibersihkan.
Kapan Anak Perlu Keramas Setelah Hujan?
Anak Perlu Keramas Kalau:
Anak Tidak Harus Keramas Kalau:
Kehujanan Tidak Keramas Bikin Pusing, Benarkah?
Anggapan bahwa kehujanan lalu tidak keramas bisa menyebabkan pusing memang cukup populer. Secara ilmiah, pusing atau sakit kepala setelah kehujanan bukan disebabkan langsung oleh tidak keramas, melainkan lebih terkait dengan perubahan suhu dan tekanan udara.
Beberapa studi ilmiah menjelaskan bahwa kepala yang basah dan terpapar udara dingin dapat memicu respons pembuluh darah di area kepala dan sinus. Respons ini pada sebagian orang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti pusing atau sakit kepala ringan, terutama jika tubuh sensitif terhadap perubahan suhu mendadak. Temuan ini dibahas dalam jurnal Medical Hypotheses yang mengulas mekanisme fisiologis sakit kepala akibat paparan dingin.
Selain itu, penelitian tentang sakit kepala akibat perubahan tekanan udara (barometric pressure headache) menunjukkan bahwa cuaca hujan—yang biasanya disertai penurunan tekanan udara—dapat memicu sakit kepala, terutama pada orang dengan sinus sensitif atau riwayat migrain. Kondisi ini sering disalahartikan sebagai efek “tidak keramas”.

2 weeks ago
8







































