Jika film pertama adalah tentang perkenalan dan film kedua adalah tentang keluarga, film ketiga ini adalah tentang konsekuensi dari kehancuran.
Fire and Ash mengambil latar waktu tak lama setelah peristiwa di The Way of Water. Jake Sully dan Neytiri menyadari bahwa melarikan diri ke laut bukanlah solusi permanen. Ancaman RDA (Resources Development Administration) semakin agresif.
Sementara itu, konflik internal terus muncul. Keluarga Jake Sully masing-masing masih berdamai atas kepergian Neteyam yang tewas ditembak pasukan RDA saat mencoba menyelamatkan adiknya, Lo'ak, dan Spider di kapal manusia.
Film ini memperkenalkan penonton pada klan baru yang disebut "Ash People" (Suku Abu). Berbeda dengan klan Omatikaya (hutan) atau Metkayina (laut) yang, Suku Abu adalah klan yang hidup di wilayah vulkanik yang keras dan gersang.
Mereka dipimpin oleh Varang (diperankan oleh Oona Chaplin), sosok pemimpin yang memiliki pandangan sinis terhadap dunia luar akibat penderitaan yang dialami klan mereka.
James Cameron memperluas Pandora dengan memperkenalkan ekosistem yang tidak ramah. Ada sungai lava, padang abu yang luas, dan predator udara yang mampu beradaptasi dengan panas ekstrem.
Plotnya lebih kelam ketika mengeksplorasi gagasan bahwa tidak semua bangsa Na'vi itu baik. Konflik internal antar-klan ini memberikan dimensi yang lebih dewasa dan rumit dibandingkan film sebelumnya.
Secara teknis, lompatan visual dari film pertama (2009) hingga Fire and Ash (2025) terlihat seperti keajaiban teknologi. Pada film pertama, kita dibuat terpukau oleh keindahan hutan. Di film kedua, kita terkesima oleh simulasi air The Way of Water yang begitu nyata. Di film ketiga ini, fokus utamanya adalah elemen api, asap, dan partikel debu.
Tingkat kerumitan pada film ini terlihat sangat meningkat. Partikel abu yang melayang-layang di udara, cahaya api menyinari kulit Na’vi yang berwarna abu-abu pucat, hingga simulasi aliran lava yang memiliki massa dan suhu yang terasa panas di mata penonton. Standar baru dalam industri CGI.
Penggunaan teknologi High Frame Rate (HFR) juga terlihat lebih halus, membuat gerakan di tengah pertempuran vulkanik tampak sangat organik tanpa kehilangan sentuhan sinematiknya. Wajar bahwa produksi Avatar: Fire And Ash disebut-sebut menghabiskan dana 400 juta dolar AS atau setara dengan Rp 6,7 triliun.
Salah satu aspek yang paling menarik untuk dibahas adalah permainan palet warna yang terlihat lebih kaya di Avatar: Fire And Ash. James Cameron menggunakan warna sebagai alat penceritaan.
Klan Jake Sully dan Neytiri tetap mempertahankan warna biru ikonik mereka sebagai simbol kehidupan, air, dan keselarasan dengan Eywa.
Namun, kehadiran Suku Abu memberikan kontras yang tajam. Mereka memiliki kulit yang cenderung berwarna abu-abu kusam atau biru pucat. Aksesori dan lingkungan mereka didominasi oleh warna kuning belerang dan merah membara.

1 week ago
10







































